Friday, April 24, 2009

Conflict between AS and LibyaUS

Pada saat Raja Idris I menjadi penguasa Libya, hubungan yang terjalin antara AS dengan Libya cukup baik dan tidak memiliki permasalahan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya ketika Muammar Qadhafi berhasil menggulingkan monarki Libya dan memperoleh kekuasaan pada tahun 1969, hubungan Libya dengan AS mulai mengalami ketegangan. Pada saat Raja Idris I berkuasa, kekuasaannya adalah mutlak ditambah dengan korupsi yang merajalela dilingkungan istana membuat Qadhafi turun tangan. Qadhafi menilai Raja Idris I berada dibawah pengaruh kekuasaan asing dan telah membuat Libya menjadi terbelakang.

Setelah berhasil menggulingkan Raja Idris I, Qadhafi muncul sebagai pemimpin baru yang revolusioner. Ia segera mengubah sistem sosial, ekonomi, dan politik Libya serta memainkan peran pentingnya di dunia internsional. Pada tahun 1970, Qadhafi mengusir tentara Inggris dan AS dari pangkalan . Disusul dengan penyitaan harta benda dan pengusiran 25.000 pemukim Yahudi dan Italia, serta nasionalisasi beberapa perusahaan minyak asing seperti Shell, Esso, dan ENI. Hal tersebut tentu saja membuat AS marah dan berniat untuk menggulingkan Qadhafi dari puncak kepemimpinan Libya Presiden AS saat itu, Ronald Reagan merasa jengkel atas sikap revolusioner Qadhafi sehingga ia menjuluki Qadhafi sebagai teroris dan anjing gila dari Timur Tengah. Sebagai balasan hinaan Reagan, Qadhafi pun menjuli Reagan sebagai koboi tua yang pikun dan pembantai anak-anak Libya. Dengan menganut garis Reviolusioner, Qadhafi dituding sebagai biang teroris, kuhususnya oleh Barat. Sebaliknya, Qadhafi juga menuding AS sebagai biang teroris karena menyokong Israel.

Presiden Ronald Reagan ketika itu akhirnya memutuskan tidak ingin lagi berhubungan dengan negara teroris seperti Libya. Pada tahun 1981, Reagan dengan sangat impresif menyatakan ada jaringan teroris Libya yang berupaya membunuhnya di Washington. Argumennya yaitu karena Libya membenci AS yang mendukung Israel dalam konflik Timur Tengah.

Dua tahun kemudian, AS menuduh Libya akan menyerbu dan menggulingkan pemerintah Sudan. Dengan tuduhan yang direkayasa tersebut, AS segera pamer kekuatan dikawasan itu dan mengintruksikan Qadhafi agar membatalkan niatnya. Kedongkolan AS terhadap Qadhafi semakin bertambah ketika Libya memperoleh kekayaan yang besar karena industri minyaknya yang disalurkan untuk membantu dunia Arab dalam menghadapi Israel. Ketika Perjanjian Camp David disepakati, Qadhafi menggalang Front menentang Anwar Sadat. Hal tersebut tentu saja membuat Reagan semakin emosi dan panas. Reagan melakukan banyak cara untuk bisa menggempur Qadhafi dengan bantuan dunia Barat. Dengan bantuan media Barat, Reagan mencap Qadhafi sebagai orang yang paling berbahaya.

Menanggapi pernyataan Reagan tersebut, Qadhafi mengancam hendak menyerang Gedung Putih. Jika Reagan mempunyai obsesi untuk mengembalikan kekuasaan negaranya, lain halnya dengan Qadhafi yang berobsesi menebarkan semangat revolusinya ke seluruh dunia. Perbedaan persepsi itu yang terus memperdalam ketegangan kedua pemimpin tersebut.Setelah berbagai cara ditempuh oleh Reagan untuk menyerang Qadhafi, tibalah AS memainkan kartunya pada Maret-April 1986.

Dimulai dengan ketegangan diplomatik yang luar biasa, Armada laut AS beroperasi di Teluk Sidra, wilayah bagian perairan. Masuknya armada laut AS ke dianggap sebagai suatu tindakan pelanggaran kedaulatan yang sengaja dilakukan untuk memprovokasi Libya. Buktinya, ketika Libya bereaksi, militer AS pun segera mengambil langkah brutal. Mereka mengirimkan pesawat-pesawat tempurnya dalam jarak 40 mil wilayah Libya, daerah yang menurut zoana Identifikasi Pertahanan Udara AS sendiri termasuk wilayah kedaulatan Libya. Libya sengaja melayani propokasi tersebut. Armada angkatan laut pun mengejar armada laut AS dan menembaki pesawat-pesawat tempur AS. Sebuah serangan balik pun dilancarkan oleh AS. Pecahlah suasana perang yang menegangkan.

Dengan dukungan keunggulan persenjataan, kapa-kapal perang Libya ditemggelamkan dan menewaskan sedikitnya 50 tentara di teluk Sadra. Insiden tersebut biasa dikenal dengan Insiden Teluk Sidra. Untuk mebalas tindakan AS tersebut, pada tanggal 5 April 1986 terjadi pengeboman di diskotek La Belle di Berlin yang menewaskan sejumlah serdadu AS. Belum selesai kontroversi soal sah tidaknya aksi militer AS di Teluk Sidra pada 25-26 Maret 1986 dari sisi hukum internasional, AS kembali menghajar Libya. kali ini tidak tenaggung lagi, puluhan pesawat tempur mutakhir dikerahkan untuk melakukan pengeboman mematikan terhadap Libya. SeranganAS terhadap Libya kali ini dapat diartikan sebagai eskalasi ketegangan dalam hubungan diantara kedua negara. Kepemimpiana di AS pun beralih dari Reagan ke tangan George Bush.

Akan tetapi, srangan militer AS terhadap Libiya masih saja dilancarkan. Tidak berapa lama, terjadi peledakan pesawat Pan Am di Lockerbie, Irlandia. Insiden yang terjadi pada 21 Desember 1988 tersebut menewaskan 259 jiwa penumpang dan hal itu membuat ketegangan AS dengan Libya semakin berguncang. Dimata AS, malapetaka Lockerbie dapat diartikan betapa Libya tidak dapat dkontrol. Keyakinan AS bahwa malapetaka tersebut merupakan rekayasa Libya adalah ketika AS menemukan bukti-bukti keterlibatan dua penumpang sipil atas Libya. Sebelum malapetaka Lockerbie terjadi, sebelumnya pada 15 April 1986 sejumlah pesawat tempur AS membom dua kota di Libya yaitu Tripoli dan Benghazi.

Ketegangan berkepanjangan tersebut mebuat PBB turun tangan. Melaui PBB, AS menjatuhkan embargo terhadap Libya. Sejak April 1992, embargo udara diberlakukan oleh PBB yang mengakibatkan berkurangnya pasokan obat-obatan dan peralatan kesehatan. Dengan keluarnya DK-PBB nomor 748 tersebut mengenai embargo ekonomi, transportasi, udara, dan militer terhadap Libya, Libya mengalami kerugian yang cukup besar, akan tetapi karena sifat Qadhafi yang pantang menyerang, ia pun mengabaikan embargo yang diberikan PBB atas Libya.

Pada Sidang Umum PBB ke-52 Dubes Libya untuk PBB Abuzed Omar Dorda bertemu dengan AS untuk PBB Bill Richardson. Pertemuan tersebut merupakan bagian dari lobi Libya untuk mengupayakan pencabutan embargo atas negaranya. Akan tetapi, AS menolak keinginan Libya untuk mencabut embago atas Libya dan berupaaya untuk meperpanjangnya selama lima tahun.Hal tersebut dianggap berlebihan oleh beberapa negara. Akan tetapi, perpanjangan embargo bagi Libya itu tetap saja dilancarkan AS walaupun tanpa konsesus 15 anggota DK-PBB.

Pada tanggal 10 Juli 1997, mengancam mebgabaikan perpanjangan sanksi DK-PBB.Pada 14 Maret 1997, Dewan Keamanan PBB memutuskan mempertahankan sanksi PBB yang dijatuhkan kepada Libya lima tahun silam. Keputusan tersebut diumumkan oleh Ketua DK-PBB Zbigniew Wlosowich stetalh melakukan peninjauan kembali selama 120 hari terhadap sanksi PBB atas Libya. Melihat semakin buruknya perkembangan Libya, maka banyak pihak yang menentang resolusi DK-PBB tersebut. Dubes Libya untuk PBB pun terus melakukan upaya agar PBB mencabut embargo nya, akan tetapi, PBB menyatakan bahwa embargo akan dicabut jika Libya patuh pada Resolusi DK-PBB tersebut.

Saknsi yang telah diberikan PBB selama bertahun-tahun tersebut akhirnya menunjukan tanda-tanda akan dicabut. Libya akhirnya mengizinkan dua warganya yang dituduh sebagai pelaku pemboman pesawat Lockerbie untuk diadili di negara yang netral. Hal tersebut dianggap positif oleh AS dan membuat kelunakan sikan AS terhadap Libya. Akhirnya pada 25 Agustus 1998, Inggris dan AS mengajukan konsep Resolusi PBB yang berisi penundaaan bersyarat terhadap sanksi Libya.

Penderitaan Libya akibat Sanksi ekonomi enam tahun tersebut berakhir pada 28 Agustus 1998. Lima belas anggota Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat akhirnya mengakhiri embargo ekonomi atas Libya begitu dua tersangka pemboman tragedi Lockerbie diadili di Belanda. Dua hari setelah PBB berkompromi, tuntutan Libya kepada PBB agar segera mencabut saknsi akhirnya dikabulkan. Kendati sanksi PBB terhadap Libya telah berhasil, akan tetapi tidak ada jaminan bahwa perseteruan AS-Libya berakhir pula. Paling tidak, untuk sementara ini masyarakat dunia dapat bernafas lega karena tidak ada pertikaian lagi antara kedua belah pihak. AS dan sekutu barat nya juga dapat kembali melakukan hubungan bisnis dengan Libya, dan setelah embargo itu dicabut rakyat Libya pun dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.